Berfikir untuk Sakit?
Holaaa guys, wasap? Semoga senantiasa diberi kesehatan ya. Yang sedang sakit, semoga Allah segera beri kesembuhan, aamiin. Kebetulan, 1.5 bulan terakhir aku juga sedang struggle dengan kesehatanku. Sebelumnya didiagnosa gejala tiphus (yg sebenarnya hanya 1/160 - 1/80 tapi demamnya masih hilang timbul hingga bulan kedua) dan ISK, lalu 2 pekan lalu ada indikasi infeksi/radang lambung dan usus. Alhamdulillah kondisinya sudah jauh lebih baik, mohon doanya ya hehe 🤲🤍
==
Berhubung sedang di situasi ini, aku teringat di satu titik saat kondisi kesehatan sedang cukup buruk dan untuk kesekian kalinya aku pingsan, lantas ada yang berkata demikian "makanya jangan mikir bakalan sakit, Put. Aku gapernah tuh sakit, karena sakit itu datangnya dari pikiranmu sendiri". Ahh, mungkin kalimat persisnya tidak demikian, tapi intinya itu. Aku tidak boleh berfikir badanku akan sakit, maka aku tidak akan pernah sakit.
Kalimatnya terdengar sederhana ya, dan terdengar seperti sebuah nasehat, tapi kalimat itu disampaikan ke seseorang yang harus struggle dengan obat-obatan bahkan sejak ia kecil. Hancur guys, orang yg sakit fisiknya, mentalnya juga mudah rapuh. Seakan-akan semua sakitnya datang karena aku yg mengharapkan sakit itu. Padahal saat kecil, aku lebih suka belajar daripada apapun. Jika aku sakit, berarti aku harus ketinggalan momen belajarku dong? Jadi aku tidak pernah berpikir untuk sakit, tapi memang sakitnya yang sedang masuk dan menyerang imunitasku.
Karena kalimat sederhana ini, aku seringkali mengabaikan rasa sakit yang muncul loh. "Ah, segini doang Put, tahan", "Lo ga sakit Put, abaikan rasa sakitnya", "Put, lo gapapa, itu cuma pikiran lo doang". Aku memaksa diriku untuk berdamai dengan semua rasa sakit yang muncul, yang pada akhirnya rasa sakit itu menumpuk dan siapa yang merasakan akibatnya? Tentu, aku sendiri.
Sebenarnya kalimat demikian itu tidak sepenuhnya salah juga sih, karena psikologis juga berperan penting terhadap tingkat kesehatan seseorang, mungkin karena momennya kurang tepat saja, jadi saat itu (hingga saat ini mungkin), aku merasa diremehkan. Aku juga beberapa kali mengatasi serangan panik saat sakitnya mendadak muncul dengan coba mengendalikan pikiranku, dan benar itu berhasil, tapi bukan serta merta sakitnya seketika hilang, sedikit reda saja.
Dan jenis penyakit itu banyak, sangat banyak, faktor dan penyebabnya beragam, gejalanya pun beragam. Bukan berarti jika kamu tidak pernah sakit, orang lain salah dalan pikirannya sehingga ia sakit kan? Qadarullah Allah berikan rasa sakit sebagai penggugur dosa, sebagai sinyal juga bahwa ada yang salah, entah dari pola makan atau istirahat, atau memang pernah mengalami kecelakaan tanpa melakukan observasi lebih lanjut.
Lebih baik tidak gegabah menghukumi orang dengan perkara yang bahkan kamu belum tau latar belakangnya. Apakah penyebab awalnya, bagaiman itu bisa terjadi. Karena aku yakin, tidak akan ada yang tau rasanya (perasaan pada moment tertentu), hingga orang tersebut mengalami sendiri hal tersebut. Memotivasi, memberi dukungan, memberi semangat, itu memang sangat diperlukan untuk menenangkan psikologis si penderita agar daya juangnya melawan sakit semakin meningkat, tetapi alangkah lebih baiknya jika empati diletakkan pada tumpukan paling awal kan?
Aku yakin, hampir di setiap orang berdoa, terselip doa "beri kami sekeluarga kesehatan jasmani dan rohani", jadi memang sehat itu nikmat yang malah dan semuanya ingin menjalani kehidupan dengan kondisi sehat. Tetapi, tidak semua bisa mendapatkan itu. Ada yang ujian hidupnya memang lantaran sakit, bukan? Jika kamu adalah orang yang punya keistimewaan 'kesehatan', ya bersyukurlah, tanpa perlu menghakimi yang tengah sakit.
Kita hanya perlu diam saat tidak ada kata-kata baik yang bisa diucapkan. Tabarokallah 🤲🤍
NB: terima kasih yang masih berkenan membaca tulisan ke-46. See you soon 50 🔥
Komentar
Posting Komentar