Road to college

Catatan kecil kehidupanku :)

                Waktu itu saya benar mengalami masa masa genting dan gelisah, masa dimana saya berada dalam tenggang waktu mendaftar-daftar ke PTN. Masa itu sangat sulit menurut saya. Pengumuman SNMPTN, semua orang menantikan kabar baik dariku bahwa saya akan diterima di PTN.
                Tiba saatnya pengumuman, 27 Mei, banyak sekali sms masuk yang menanyakan “hey, bagaimana pengumuman SNMPTNnya? Kamu diterima tidak?” tak hanya dari teman-teman dan guru, keluarga pun juga mengirim sms yang sama, karena waktu itu saya sedang bertugas mendampingi suatu kontingen dalam Jambore Cabang. Saya sangat pesimis waktu itu, tidak yakin jika saya akan diterima, karena saya tahu prestasi saya cukup turun di masa SMA.
                Dengan ragu, saya meminta salah satu teman saya untuk membukakan pengumuman saya, karena waktu kondisinya sedang tidak memungkinkan untuk membuka pengumuman. Saya menunggu cukup lama, sembari menunggu saya memberanikan diri untuk membuka facebook. Teman-teman mulai update status, melampiaskan kekecewaan dan kesedihan mereka karena tidak diterima. Sungguh hati saya tersayat kala itu, saya dengar teman-teman yang berprestasi disekolah tidak lolos. Lalu muncul pemikiran. “mereka saja tidak lolos, apalagi aku?”. Lalu temanku mengirim pesan via sms, dia mengatakan bahwa saya tidak lolos. “Tuhan, saya telah mengecewakan orangtua saya!” Teriak saya dalam hati. Huh, ingin rasanya menjerit. Tapi saya tak ingin terlihat lemah dihadapan rekan-rekan pendamping dan dihadapan adik-adik saya. Saya mencoba untuk tetap terlihat kuat. Ya, saya menyibukkan diri dan benar-benar larut dalam seluruh rangkaian kegiatan yang ada agar saya bisa melupakan hasil SNMPTN yang mengecewakan itu.
                Perkemahan selesai, saya pulang. Terlihat sikap ibu mulai berbeda, nampak sekali kekecewaan dari raut wajahnya. Saya semakin down dengan keadaan ini. Tapi saat itu saya mulai bangkit lagi karena saya yakin akan ada jalan lain. UMPN, saya memberanikan diri ikut UMPN. Dengan tekat yang kuat, saya mempersiapkan test dengan cukup baik. Saat mengikuti test masuknya pun, saya sangat yakin bahwa saya akan diterima. Beberapa hari setelah UMPN saya mengikuti test SBMPTN di Solo, dengan keyakinan yang cukup, saya kerjakan soal-soal yang saya rasa, saya mampu mengerjakannya.  1 minggu kemudian pengumuman hasil test UMPN keluar dan saya kembali menelan hasil yang pahit, saya tidak diterima.
                Hari-hari terlewati, saya berada dalam penantian yang cukup lama, 1 bulan menantikan hasil SBMPTN. Kali ini saya sudah pasrah, saya benar-benar sudah ikhlas dengan hasilnya nanti, setiap berdo’a, saya memohon pada-Nya agar saya takkan lagi mengecewakan keluarga dan guru-guru saya, tapi saya kembalikan lagi pada Yang Maha Kuasa.
                Ditengah-tengah masa menunggu hasil pengumuman itu saya jatuh sakit, tepatnya pada awal bulan Ramadhan. 4 hari saya hanya terbaring lemas diatas ranjang, sudah pergi ke dokter, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil. Setiap malam dalam tidur saya, saya meraung kesakitan dan terus menangis, kata ibu. Sampai ibu tak tidur bermalam-malam karena mengkhawatirkan kondisiku. Sampai saat saya mampu jalan-jalan diluar rumah, mulai menggerakkan kaki-kaki yang mulai kaku karena setiap hari hanya tidur dan tidak melakukan aktifitas yang lain. Saya tetap tidak melakukan aktifitas yang berat, setelah itu.
                Dalam sebuah perbincangan di suatu malam, ibu tak sanggup melihatku sakit-sakitan seperti ini, ibu merasa bersalah karena telah berfikiran buruk padaku. Beliau tak lagi menuntutku untuk masuk ke PTN, yang penting saya kuliah dan tidak terlalu membebani orang tua. Beliau berkata seperti ini, “ nak, sudahlah, jangan terlalu memfikirkan kuliah, ingat kesehatanmu, jangan sampai kamu banyak fikiran dan akhirnya penyakitmu kambuh lagi. Ibu tak tega melihatmu sakit-sakitan seperti ini. Setiap hari hanya tidur, bangun hanya untuk sholat dan makan.”
                “Ibu, saya tidak sakit gara-gara memikirkan ini kok, saya sudah pasrah. Toh nanti kan masih ada jalur mandiri, ya kalau tidak nanti coba daftar ke PTAIN saja bu.”
                “Kamu harus tetap semangat nak, yakinlah bahwa Allah punya rencana yang indah untukmu. Jangan pernah berkecil hati, jangan pernah menyerah, tidak diterima ya daftar lagi, jatuh bangkit lagi, kalau kamu gagal, coba lagi. Satu pintu tertutup, masih banyak pintu terbuka untukmu. Teruslah belajar dan mencoba nak. Pasrahkan semuanya pada Allah, jangan lelah untuk berdo’a dan meminta kepada-Nya. Ibu sayang kamu nak, ibu yakin kamu bisa”
                Allahu Akbar! Ketika saya hampir putus asa, Allah mendatangkan nikmat yang luar biasa untukku, menganugerahkan Ibu hebat untukku. Ini adalah motivasi terbesar yang pernah saya dapatkan. Saat itu juga saya bangkit, semangat berkobar dalam dada saya, saya melangkah dengan penuh kepastian, tidak ragu-ragu lagi. Saya belajar keras waktu itu, saya sudah mendaftar ujian mandiri disebuah PTN. Karena tak mungkin sepenuhnya saya berharap pada hasil SBMPTN mengingat saya tidak maksimal dalam mengerjakan soal dan banyak point yang saya lewati. Kartu peserta UM sudah saya dapat. Saya coba mengumpulkan soal UM dan mulai belajar.
                Hari yang ditunggu pun akhirnya datang, jatuh tempo pengumuman SBMPTN. Harap-harap cemas menunggu sampai pukul 17.00 WIB. Tapi pasti overload, karena sangat banyak yang membuka pengumuman di situs SBMPTN itu, tidak hanya 1, 2 orang saja, ratusan ribu. Pukul 17.30 WIB, saya coba membuka pengumuman lewat hp, tapi tidak bisa, saya mencoba lagi dan gagal lagi. Sms mulai masuk, menanyakan tentang hasilnya. Saya mulai bingung dan khawatir, karena teman dekat saya tidak lolos. Lantas saya meminta teman untuk membukakan pengumumannya.
                “dek, kamu diterima di UNSOED, S1 Teknik Pertanian. selamat ya?” isi sms dari teman saya tadi.
                Antara percaya dan tidak percaya, senang, tapi sedih juga. Disisi lain, saya senag karena akhirnya saya diterima, tapi satu sisi, saya tidak pernah mengharapkan program study itu. “Ini nanti belajar tentang apa ya?” pertanyaan ini selalu muncul di benakku. Tapi setidaknya saya cukup lega, karena saya sudah diterima, saya bisa membuat ibu tersenyum lagi. Banyak ucapan selamat yang masuk, baik lewat sms maupun media sosial. Senang rasanya, tapi tidak tega juga melihat teman-teman yang tidak lolos. Saya tetap harus rendah hati, saya mencoba untuk support mereka.
                Luar biasa, lagi-lagi saya mendapat keajaiban. Saya yakin, keajaiban ini bisa terjadi karena do’a ibu. Jika orang tua ridlo, pasti Allah ridlo. Ya, saya selalu yakin dengan kalimat ini. Berkat ridlo ibu, saya diterima di PTN, Alhamdulillah Ya Rabbi.

Komentar

Postingan Populer